Beranda | Artikel
Penuntut Ilmu dan Orang Awam Lebih Baik Tidak Ikut-Ikutan Berkomentar dalam Perselisihan Ulama
Kamis, 16 November 2017

Terkadang terjadi perbedaan pendapat atau perselisihan di antara ulama mengenai suatu perkara. Terkait dengan saling kritik dan saling membantah, hal ini adalah hal yang lumrah dan telah dilakukan oleh para ulama sejak dahulu kala, akan tetapi kritik dan bantahan tersebut dilakukan secara ilmiah dan penuh adab serta tanpa merendahkan manusia sedikitpun.

Para ulama telah menunjukkan adab dan akhlak yang mulia ketika mengkiritk dan membantah, misalnya mengkiritik pendapatnya tetapi tidak mengolok-ngolok, merendahkan atau mengejek orangnya

Betapa indahnya sebuah perkataan,

انتقد القول ولكن احترم القائل فـإن مهنتنا أن تقضي على المرض وليس المريض

“Kritiklah pendapatnya namun tetap hormati orangnya, karena tugas kita adalah menyingkirkan penyakit bukan menyingkirkan orangnya”[1]

Mengejek dan merendahkan manusia adalah bentuk kesombongan. Kesombongan lah yang menyebabkan Iblis dilaknat oleh Allah. Pengertian sombong yang telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”[2]

Para ulama dan ustadz walaupun berselisih pendapat, akan tetapi mereka masih bersaudara dalam Islam. Janganlah kita mengira mereka itu sedang saling benci atau saling hasad.

Imam Asy-Syafi’i berkata kepada Abu Musa,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?”[3]

Bagi para penuntut ilmu dan orang awam (termasuk kami pribadi), terlebih belum punya dasar ilmu agama seperti bahasa arab, ilmu ushul dan mengetahui metode istidlal (berdalil), lebih baik kita diam dan tidak ikut berkomentar, apalagi komentar pribadi atau komentar yang bisa memperkeruh suasana atau membuat panas di publik dan sosial media. Kita menunggu arahan para ulama dan ustadz mengenai hal ini, terutama para ulama dan ustadz senior. Para ulama telah menasehati kita,

البركة معى الاكابر

“Berkah itu bersama orang tua (ulama senior)”

Hendaknya kita sebagai penuntut ilmu atau orang awam tidak ikut-ikutan berkomentar. Perhatikan kisah berikut, di mana seorang sahabat Sa’ad bin Abi Waqqas menegur orang yang mencela Khalid bin Walid, ketika itu Khalid berselisih dengan Sa’ad bin Abi Waqqas. Kemudian orang tersebut ikut-ikutan berkomentar, lalu Sa’ad berkata pada orang itu,

مه! إن ما بيننا لم يبلغ ديننا

“Diamlah kamu, sesungguhnya permasalahan di antara kami tidak sampai pada taraf agama kami”.[4]

Handaknya orang awam dan penuntut ilmu lebih khawatir pada dirinya sendiri. Renungkanlah, jika para ulama dan ustadz bisa terjatuh pada kesalahan, kita lebih mudah lagi terjatuh, sehingga janganlah kita ikut-ikutan mengejek ulama atau ustadz pada kesalahannya tersebut. Bisa jadi kita juga akan terjatuh pada kesalahan tersebut.

Seorang ulama Ibrahim An-Nakha’i berkata,

” إني لأرى الشيء أكرهه، فما يمنعني أن أتكلّم فيه إلا مخافة أن أُبتلى بمثله”.

“Aku melihat sesuatu yang aku tidak suka, tidak ada yang menahanku untuk berkomentar dan membicarakannya kecuali karena aku khawatir aku yang akan ditimpakan masalahnya di kemudian hari.” [5]

Semoga Allah mengampuni kesalahan kita dan kaum muslimin

@ Yogyakarta Tercinta

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id

 

Catatan kaki:

[1] Sebagian menyandarkan kepada perkataan imam Syafi’i dalam kitab Kasbul Qulub, akan tetapi kami belum menemukannya, wallahu a’lam

[2] HR. Muslim no. 91

[3] Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16

[4] Ash-Shamtu wa Hifdzu Lisan hal. 137

[5] HR. Ibnu Abid Dunya dalam kitab Ash-Shamt

🔍 Nikmat Waktu Luang, Pengertian Amal Shaleh, Silsilah Nabi Isa Menurut Alquran, Doa Ziarah Kubur Menurut Sunnah, Jadi Istri Kedua Hinakah


Artikel asli: https://muslim.or.id/34324-penuntut-ilmu-dan-orang-awam-lebih-baik-tidak-ikut-ikutan-berkomentar-dalam-perselisihan-ulama.html